Kamis, 07 Juni 2018

Pembuktian melalui deduksi

Pembuktian melalui deduksi

Pembuktian melalui deduksi adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen deduktif untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar.[1]

Contoh klasik dari penalaran deduktif, yang diberikan oleh Aristoteles, ialah

Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)Sokrates adalah manusia. (premis minor)Sokrates pasti (akan) mati. (kesimpulan)

Untuk pembahasan deduktif secara terinci seperti yang dipahami dalam filsafat, lihat Logika. Untuk pembahasan teknis tentang deduksi seperti yang dipahami dalam matematika, lihat logika matematika.

Penalaran deduktif seringkali dikontraskan dengan penalaran induktif, yang menggunakan sejumlah besar contoh partikulir lalu mengambil kesimpulan umum.

Latar belakangSunting

Penalaran deduktif dikembangkan oleh AristotelesThalesPythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.[2]

Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.[3]

Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).

Logika deduktifSunting

Penalaran deduktif didukung oleh logika deduktif. Metode deduksi sifatnya pasti. Berikut ini adalah contoh logika deduksi:

Premis 1Semua manusia pasti matiPremis 2Socrates adalah manusiaKesimpulanSocrates pasti mati

"Socrates pasti mati" adalah kesimpulan atau konsekuensi dari dua premis sebelumnya. Jika premis 1 dan premis 2 benar, maka kesimpulannya juga benar.[4]

Deduksi alamiahSunting

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Deduksi alamiah

Penalaran deduktif harus dibedakan dari konsep yang terkait yaitu deduksi alamiah, sebuah pendekatan kepada teori pembuktian bahwa upaya-upaya untuk memberikan sebuah model penalaran logis yang formal sebagaimana ia terjadi "secara alamiah".

Rujukan budaya

Sherlock Holmesdetektif fiktif yang diciptakan oleh Sir Arthur Conan Doyle, terkenal karena rujukannya kepada penalaran deduktif dalam berbagai cerita Doyle. Namun kesimpulan- kesimpulannya yang paling terkenal jelas sekali adalah kasus-kasus abduksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar