Gunung Wayang lewat Sasakala (dalam bahasa sunda sasakala sering dikaitkan dengan asal-usul suatu kejadian baik tempat maupun perbuatan) Gunung Wayang. Nji Anah, juru mamaos Cianjuran dan penulis dari Cianjur, pernah menulis pupuh yang kemudian menjadi buku panduan wisata berjudul 'Beschrijving van Pangalengan en Omstreken'. Dalam buku tersebut, Nji Anah tak lupa mencantumkan Sasakala Gunung Wayang. Berikut kisahnya:
Tersebutlah seorang keturunan Ratu yang bernama Pangeran Jaga Lawang. Dalam kehidupannya ia sering bersemedi di puncak Gunung Wayang yang sunyi. Sang Pangeran mempunyai seorang puteri cantik tiada tandingannya. Puteri Langka Ratnaningrum, namanya. Ia sudah mempunyai calon, pemuda keturunan Galuh. Gagak Taruna, namanya, yang sedang menempa diri dengan melakoni hidup bertani di lembah Ci Tarum yang subur. Pemuda yang rajin, siang bertani, malam bersemedi.
Padi tampak subur dan hasilnya pasti akan jauh lebih banyak dari panen musim lalu. Maka disepakati untuk segera menikah dengan puteri pujaan hatinya. Seperti biasa, ia sering bersemedi di makam Nyi Kantri Manik di hulu Ci Tarum. Malam itu terlihat datang gadis cantik yang tiada taranya. Gagak Taruna kaget. Diam-diam ia jatuh hati kepada gadis itu, namun si cantik segera menghilang di mata air. Sadar itu sekedar godaan, maka ia segera pulang. Namun pikiran dan hatinya masih terus terpaut kepada si cantik di hulu Ci Tarum.
Padi sudah menguning, tapi belum juga dipanen. Rupanya Gagak Taruna sedang kasmaran kepada bayangan si cantik. Semua merasa aneh, karena Sang Pangeran terlalu sering bersemedi di hulu Ci Tarum begitu magrib menjelang. Bukan tiada yang mengingatkan, namun pemuda itu sudah terpincut senyum yang sangat memikat. Nyi Kantri Manik asalnya gadis yang cantik yang sakit hati hingga meninggalnya karena pemuda pujaan calonnya tidak menepati janji untuk bersatu. Kini ia selalu membalas dendam dan membenci semua lelaki yang lengah.
Sang Pangeran selalu diingatkan agar segera mempersiapkan diri karena waktu pernikahan sudah dekat. Padi yang sudah lama matang kemudian dipanen. Persiapan menikah besar-besaran sudah dipenuhi. Ketika waktunya tiba, iring-iringan seserahan bergerak menuju puncak Gunung Wayang tempat calon mertuanya berada.
Setelah calon pengantin pria dirias, ia memohon diri untuk melakukan nadran ke hulu Ci Tarum. Sesampainya di sana, ia menyuruh pengiringnya mundur dan segera menuju puncak Gunung Wayang, karena ia akan segera menyusul. Setelah kembang rampe, melati dan campaka ditebar, di seberang terlihat Nyi Kantri Manik tersenyum memikat. Dengan sigap Gagak Taruna berdiri, berjalan menuju ke tempat senyuman yang terus mengembang. Gagak Taruna terus berjalan di dalam air menuju bayangan hingga akhirnya tenggelam.
Di tempat calon pengantin wanita, semua gelisah menunggu, ke mana Gagak Taruna? Rombongan yang menyusulnya mendapatkan Sang Pangeran sudah mengambang. Pangeran Jaga Lawang sangat prihatin. Ia melampiaskan rasa dukanya itu dengan mengobrak-abrik apa yang ada di dapur. Hawu/tungku dilemparkan dan perabot dapur dibanting. Makanan yang dimasak dilemparkan sampai habis, maka terbentuklah kawah Gunung Wayang.
Air yang mendidih dengan lalab-lalabannya dilemparkan membentuk kawah Cibolang di Gunung Windu.Puteri Langka Ratnaningrum sangat bersedih, lalu berjalan tak tentu arah. Ternyata ia sudah berada di dalam hutan. Air mata darah terus mengucur. Itulah yang kemudian membentuk air terjun Cibeureum di Gunung Bedil. Nayaga yang masih berharap Sang Pangeran datang tak mau pergi, maka berubahlah mereka menjadi arca. Sebagian alat-alat tabuhnya dilemparkan, di antaranya membentuk Gunung Kedang. Mayit Gagak Taruna dikubur di hulu Ci Tarum. Sementara itu Pangeran Jaga Lawang menempa diri menyepuh hati, menghyang di Gunung Seda, ia selalu menanti putri yang dicintainya segera pulang.
Maka janganlah merasa heran, bila pada malam bulan purnama sering terdengar sayup-sayup bunyi gamelan. Itulah prosesi penyambutan pengantin pria. Bila terlihat asap Gunung Wayang mengepul berlapis-lapis, itu artinya keluarga pengantin perempuan sedang sibuk memasak.
Minggu, 21 Mei 2017
Gunung Wayang lewat Sasakala
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar