Minggu, 21 Mei 2017

Harimau dan Manusia dalam Mitos,

Harimau dan Manusia dalam Mitos, Legenda, Cerita Orangtua

Bagi masyarakat beberapa tempat di Sumatera hubungan manusia dan harimau mengandung dimensi spiritual. Selain di Minangkabau, masyarakat Kabupaten Kerinci, Jambi juga melihat harimau sebagai hewan keramat, yang dihormati. Di Desa Sungai Deras, Kecamatan Air Hangat Timur, misalnya. Masyarakat masih melakukan beberapa ritual kepada sang raja hutan tersebut.3
Di Jawa Barat ada orang yang percaya ada satu kampung yang penduduknya siang hari manusia dan malam hari harimau. Bahkan di Tanah Pasundan ini, makna harimau memiliki dimensi kultural historis karena ada kepercayaan bahwa sosok Siliwangi yang merupakan representasi dari harimau (maung). Sebuah catatan pada jaman Belanda pada 1687 mengungkapkan mitos harimau ini. Catatan itu berasal dari Laporan
Scipio(peneliti asal belanda) pada Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs yang diteruskan kepada atasannya di Belanda yang isinya memberitakan kepercayaan penduduk saat itu. Adapun laporan tersebut berbunyi "dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort" (bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja "Jawa" Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau). Laporan tersebut ditulis tanggal 23 Desember 1687 (baca tulisan
http://firman-raharja.blogspot.com/2008/08/harimau-siliwangi.html
).
Cerita lain ialah Babad Panjalu, yaitu kisah Maung Panjalu berawal dari Dewi Sucilarang puteri Prabu Siliwangi yang dinikahi Pangeran Gajah Wulung putera mahkota Raja Majaphit Prabu Brawijaya yang diboyong ke Keraton Majapahit. Dalam kisah-kisah tradisional Sunda nama Raja-raja Pajajaran (Sunda) disebut secara umum sebagai Prabu Siliwangi sedangkan nama Raja-raja Majapahit disebut sebagai Prabu Brawijaya. Pasangan ini melahirkan dua orang putera-puteri kembar, yang lelaki kemudian diberi nama Bongbang Larang sedangkan yang perempuan diberi nama Bongbang Kancana . Karena melanggar suatu pantangan ketika besar si kembar ini menjadi manusia harimau (baca http://raxenasukma.blogspot.com/p/mitos-maung-panjalu-bongbang-larang.html
) . .
Di daerah Kerinci, Jambi ada kepercayaan itu disebut Cindaku di mana ada manusia yang mengubah dirinya menjadi harimau malam hari. Tandanya jejadian ini bila manusia itu tidak punya belahan tengah di atas bibirnya. Di Sumatera Barat menurut cerita seorang paman saya,
siluman harimau itu diturunkan dari kakek, paman. Bila diturunkan kepada salah seorang dari keponakannya, maka keponakannya itu tidak bisa menolak. Bila diturunkan, biasanya yg menerima seperti punya kesaktian dan power. Biasanya yang ditunjuk gampang menjadi pimpinan.
Dalam cerita yang sudah berkembang, hewan yang bagi orang Minang disebut Inyiak Balang ini, ada yang jadi peliharaan orang tertentu. Pada mulanya, si harimau, suka memangsa ternak warga, kemudian juga mengganggu kenyamanan kampung. Oleh pawang harimau, Inyiak Balang ditangkap. Lalu bertuan pada manusia, siap dipanggil dan disuruh sewaktu-waktu sesuai kehendak tuannya. Hubungan antarâ tuan dengan harimau ini memang cenderung mistis.
Masih di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Solok, ada legenda Inyiak Balang ada yang berhabitat di areal peladangan, hutan ulayat, dengan sebutan si-Ampang Limo. Sebutan lain seperti Inyiak Penjaga Kampung. Inyiak Balang sangat jarang memperlihatkan wujud aslinya (tubuh belang), melainkan bisa dibaca secara isyarat. Ketika ada seseorang yang tersesat di hutan, Inyiak Balang suka memberikan pertolongan. Sebaliknya, juga bisa marah bila ada warga yang kedapatan berbuat tidak terpuji atau kejahatan (baca tulisan Yulicef Anthony “Legenda Klasik Harimau di Minangkabau” dalam http://www.jpnn.com/read/2014/09/29/ ). Cerita ini menarik karena pas dengan cerita ibu saya bahwa “harimau jejadian” ini sebetulnya adalah penjaga kaum (semacam marga). Seorang kakak ibu yang bergabung di PRRI sering masuk hutan dan dilindungi “datuk”-nya dari mara bahaya, termasuk terkaman harimau. Di Ranah Minang, satu kampung itu merupakan tempat tinggal satu kaum. Menurut cerita ibu saya yang pernah tinggal di Sumatera Barat itu manusia harimau itudari seorang datuk (kakek). Kadang ia bersembunyi di bawah kolong rumah gadang. Di ranah Minang, ada menyebut harimau sebagai Inyak (atau nenek). Seorang kakak ibu saya kerap melempar makanan agar disantap oleh harimau jelmaan manusia itu.
Di Banten terdapat cerita rakyat tentang Syekh Mansyurudin. Dalam pengembaraannya di Banten Selatan, Masyurudin bertemu harimau yang terjepit kakinnya di kima. Ia pun melepas jepitan itu dengan perjanjian harimau dan keturunannya tidak menganggu keturunan Mansyrudin. Harimau itu menyanggupinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar